Laman

Minggu, 30 Januari 2011

Diskripsi Sistem Surveilans

1.     Pengertian
Menurut WHO (2004), surveilans adalah proses pengumpulan, pengolahan, analisis dan interpretasi data secara sistemik dan terus menerus serta penyebaran informasi kepada unit yang membutuhkan untuk dapat mengambil tindakan. Berdasarkan definisi diatas dapat diketahui bahwa surveilans adalah suatu kegiatan pengamatan penyakit yang dilakukan secara terus menerus dan sistematis terhadap kejadian dan distribusi penyakit serta faktor-faktor yang mempengaruhinya pada masyarakat sehingga dapat dilakukan penanggulangan untuk dapat mengambil tindakan efektif.
Surveilans kesehatan masyarakat adalah proses pengumpulan data kesehatan yang mencakup tidak saja pengumpulan informasi secara sistematik, tetapi juga melibatkan analisis, interpretasi, penyebaran, dan penggunaan informasi kesehatan. Hasil surveilans dan pengumpulan serta analisis data digunakan untuk mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang status kesehatan populasi guna merencanakan, menerapkan, mendeskripsikan, dan mengevaluasi program kesehatan masyarakat untuk mengendalikan dan mencegah kejadian yang merugikan kesehatan. Dengan demikian, agar data dapat berguna, data harus akurat, tepat waktu, dan tersedia dalam bentuk yang dapat digunakan (Timmreck, 2005).
2.    Tujuan Surveilans
Secara umum surveilans bertujuan untuk pencegahan dan pengendalian penyakit dalam masyarakat sebagai upaya deteksi dini terhadap kemungkinan terjadinya kejadian luar biasa (KLB), memperoleh informasi yang diperlukan bagi perencanaan dalam hal pencegahan, penanggulangan maupun pemberantasannya pada berbagai tingkat administrasi (Depkes RI, 2004a).
3.    Komponen Surveilans
Komponen-komponen kegiatan surveilans menurut Depkes. RI, (2004b) seperti dibawah ini:
1)    Pengumpulan data, data yang dikumpulkan adalah data epidemiologi yang jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Tujuan dari pengumpulan data epidemiologi adalah: untuk menentukan kelompok populasi yang mempunyai resiko terbesar terhadap serangan penyakit; untuk menentukan reservoir dari infeksi; untuk menentukan jenis dari penyebab penyakit dan karakteristiknya; untuk memastikan keadaan yang dapat menyebabkan berlangsungnya transmisi penyakit; untuk mencatat penyakit secara keseluruhan; untuk memastikan sifat dasar suatu wabah, sumbernya, cara penularannya dan seberapa jauh penyebarannya.
2)    Kompilasi, analisis dan interpretasi data. Data yang terkumpul selanjutnya dikompilasi, dianalisis berdasarkan orang, tempat dan waktu. Analisa dapat berupa teks tabel, grafik dan spot map sehingga mudah dibaca dan merupakan informasi yang akurat. Dari hasil analisis dan interpretasi selanjutnya dibuat saran bagaimana menentukan tindakan dalam menghadapi masalah yang baru.
3)    Penyebaran hasil analisis dan hasil interpretasi data. Hasil analisis dan interpretasi data digunakan untuk unit-unit kesehatan setempat guna menentukan tindak lanjut dan disebarluaskan ke unit terkait antara lain berupa laporan kepada  atasan atau kepada lintas sektor yang terkait sebagai informasi lebih lanjut.
Komponen-komponen dalam pelaksanaan sistem surveilans (WHO,1999) adalah sebagai berikut:
a.     Pengumpulan Data
Pengumpulan data merupakan komponen yang sangat penting karena kualitas informasi yang diperoleh sangat ditentukan oleh kualitas data yang dikumpulkan. Data yang dikumpulkan harus jelas, tepat dan ada hubungannya dengan penyakit yang bersangkutan. Oleh karena itu untuk dapat menjalankan surveilans yang baik pengumpulan data harus dilaksanakan secara teratur dan terus-menerus.
Tujuan pengumpulan data:
1).    Menentukan kelompok atau golongan populasi yang mempunyai resiko terbesar terkena penyakit seperti jenis kelamin, umur, suku, pekerjaan dan lain-lain.
2).    Menentukan jenis agent atau penyebab penyakit dan karakteristiknya.
3).    Menentukan  reservoir infeksinya
4).    Memastikan keadaan yang menyebabkan kelangsungan transmisi penyakit.
5).    Mencatat kejadian penyakit, terutama pada kejadian luar biasa.
Sumber data yang dikumpulkan barlainan untuk tiap jenis penyakit. Sumber data sistem surveilans terdiri dari 10 elemen yaitu:
1).    Pencatatan kematian
2).    Laporan penyakit, merupakan elemen yang terpenting dalam surveilans. Data yang diperlukan : nama penderita, umur, jenis kelamin, alamat, diagnosis dan tanggal mulai sakit.
3).    Laporan kejadian luar biasa atau wabah.
4).    Hasil pemeriksaan laboratorium.
5).    Penyelidikan peristiwa penyakit menular.
6).    Penyidikan kejadian luar biasa atau wabah.
7).    Survey : memerlukan tenaga, biaya dan fasilitas.
8).    Penyelidikan tentang distribusi vektor dan reservoir penyakit pada hewan.
9).    Data penggunaan obat-obatan, serum dan vaksin.
10). Data kependudukan dan lingkungan.
b.     Pengolahan, analisa dan interpretasi data
Data yang terkumpul segera diolah, dianalisa dan sekaligus diinterpretasikan berdasarkan waktu, tempat dan orang, kemudian disajikan dalam bentuk teks, tabel, spot map dan lain-lain agar bisa menjawab masalah-masalah yang ada, sehingga segera dilakukan tindakan yang cepat dan tepat.
Berdasarkan hasil analisa dan interpretasi data, dibuat tanggapan dan saran-saran dalam menentukan tindakan pemecahan masalah yang ada.
c.     Penyebarluasan Informasi dan umpan balik.
Hasil analisa dan interpretasi data selain terutama dipakai sendiri oleh unit kesehatan setempat untuk keperluan penentuan tindak lanjut, juga untuk disebarkluaskan dengan jalan dilaporkan kepada atasan sehagai infomasi lebih lanjut, dikirimkan sebagai umpan balik (feed back) kepada unit kesehatan pemberi laporan.
Umpan balik atau pengiriman informasi kembali kepada sumber-sumber data (pelapor) mengenai arti data yang telah diberikan dan kegunaannya setelah diolah, merupakan suatu tindakan yang penting, selain tindakan follow up.
4.      Aktifitas Inti Surveilans
Aktivitas surveilans kesehatan masyarakat meliputi delapan aktivitas inti (McNabb. et al., 2002), yaitu:
1)    Pendeteksian kasus (case detection): proses mengidentifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan. Unit sumber data menyediakan data yang diperlukan dalam penyelenggaraan surveilans epidemiologi termasuk rumah sakit, puskesmas,  laboratorium, unit penelitian, unit program-sektor dan unit statistik lainnya.
2)    Pencatatan kasus (registration): proses pencatatan kasus hasil identifikasi peristiwa atau keadaan kesehatan.
3)    Konfirmasi (confirmation): evaluasi dari ukuran-ukuran epidemiologi sampai pada hasil percobaan laboratorium.
4)    Pelaporan (reporting): data, informasi dan rekomendasi sebagai hasil kegiatan surveilans epidemiologi disampaikan kepada pihak-pihak yang dapat melakukan tindakan penanggulangan penyakit atau upaya  peningkatan program kesehatan, pusat penelitian dan pusat kajian serta pertukaran data dalam jejaring surveilans epidemiologi. Pengumpulan data kasus pasien dari tingkat yang lebih rendah dilaporkan kepada fasilitas kesehatan yang lebih tinggi seperti lingkup daerah atau nasional.
5)    Analisis data (data analysis): analisis terhadap data-data dan angka-angka dan menentukan indikator terhadap tindakan.
6)    Respon segera/ kesiapsiagaan wabah (epidemic preparedness) kesiapsiagaan dalam menghadapi wabah/kejadian luar biasa.
7)    Respon terencana (response and control): sistem pengawasan kesehatan masyarakat hanya dapat digunakan jika data yang ada bisa digunakan dalam peringatan dini dan munculnya masalah dalam kesehatan masyarakat.
8)    Umpan balik (feedback): berfungsi penting dari semua sistem pengawasan, alur pesan dan informasi kembali ke tingkat yang lebih rendah dari tingkat yang lebih tinggi.
5.    Kegunaan Surveilans Epidemiologi.
Surveilans epidemiologi mempunyai beberapa kegunaan (Depkes RI, 1997) yaitu:
a.     Mengidentifikasi adanya kejadian luar biasa, epidemi dan untuk memastikan tindakan pengendalian secara berhasil guna yang dapat dilaksanakan.
b.     Memantau pelaksanaan dan daya guna program pengendalian khusus dengan memperbandingkan besarnya masalah sebelum dan sesudah pelaksanaan program.
c.     Membantu menetapkan masalah kesehatan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan program.
d.     Mengidentifikasi kelompok resiko tinggi menurut umur, pekerjaan, tempat tinggal dimana masalah kesehatan sering terjadi dan variasi terjadinya dari waktu ke waktu, menambah pemahaman mengenai vektor penyakit, reservoir binatang dan cara serta dinamika penularan penyakit menular.
6.    Syarat-syarat sistem surveilans yang baik.
Syarat-syarat sistem surveilans yang baik hendaknya memenuhi karakteristik sebagai berikut (Romaguera, 2000) :
a.     Kesederhanaan (Simplicity)
Kesederhanaan sistem surveilans menyangkut struktur dan pengorganisasian sistem. Besar dan jenis informasi yang diperlukan untuk menunjang diagnosis, sumber pelapor, cara pengiriman data, organisasi yang menerima laporan, kebutuhan pelatihan staf, pengolahan dan analisa data perlu dirancang agar tidak membutuhkan sumber daya yang terlalu besar dan prosedur yang terlalu rumit.
b.     Fleksibilitas (Flexibility).
Sistem surveilans yang fleksibel dapat menyesuaikan diri dalam mengatasi perubahan-perubahan informasi yang dibutuhkan atau kondisi operasional tanpa memerlukan peningkatan yang berarti akan kebutuhan biaya, waktu dan tenaga.
c.     Dapat diterima (Acceptability).
Penerimaan terhadap sistem surveilans tercermin dari tingkat partisipasi individu, organisasi dan lembaga kesehatan. lnteraksi sistem dengan mereka yang terlibat, temasuk pasien atau kasus yang terdeteksi dan petugas yang melakukan diagnosis dan pelaporan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan sistem tesebut. Beberapa indikator penerimaan terhadap sistem surveilans adalah jumlah proporsi para pelapor, kelengkapan pengisian formulir pelaporan dan ketepatan waktu pelaporan. Tingkat partisipasi dalam sistem surveilans dipengaruhi oleh pentingnya kejadian kesehatan yang dipantau, pengakuan atas kontribusi mereka yang terlibat dalam sistem, tanggapan sistem terhadap saran atau komentar, beban sumber daya yang tersedia, adanya peraturan dan perundangan yang dijalankan dengan tepat.
d.     Sensitivitas (Sensitivity).
Sensitivitas suatu surveilans dapat dinilai dari kemampuan mendeteksi kejadian kasus-kasus penyakit atau kondisi kesehatan yang dipantau dan kemampuan mengidentifikasi adanya KLB.
Faktor-faktor yang berpengaruh adalah :
1).    Proporsi penderita yang berobat ke pelayanan kesehatan
2).    Kemampuan mendiagmosa secara benar dan kemungkinan kasus yang terdiagnosa akan dilaporkan
3).    Keakuratan data yang dilaporkan
e.     Nilai Prediktif Positif (Positive predictive value)
Nilai Prediktif Positif adalah proporsi dari yang diidentifikasi sebagai kasus, yang kenyataannya memang menderita penyakit atau kondisi sasaran surveilans. Nilai Prediktif Positif menggambarkan sensitivitas dan spesifisitas serta prevalensi/ insidensi penyakit atau masalah kesehatan di masyarakat.
f.      Representatif (Representative).
Sistem surveilans yang representatif mampu mendeskripsikan secara akurat distribusi kejadian penyakit menurut karakteristik orang, waktu dan tempat. Kualitas data merupakan karakteristik sistem surveilans yang representatif. Data surveilans tidak sekedar pemecahan kasus-kasus tetapi juga diskripsi atau ciri-ciri demografik dan infomasi mengenai faktor resiko yang penting.
g.     Tepat Waktu.
Ketepatan waktu suatu sistem surveilans dipengaruhi oleh ketepatan dan kecepatan mulai dari proses pengumpulan data, pengolahan analisis dan interpretasi data serta penyebarluasan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Pelaporan penyakit-penyakit tertentu perlu dilakukan dengan tepat dan cepat agar dapat dikendalikan secara efektif atau tidak meluas sehingga membahayakan masyarakat. Ketepatan waktu dalam sistem surveilans dapat dinilai berdasarakan ketersediaan infomasi untuk pengendalian penyakit baik yang sifatnya segera maupun untuk perencanaan program dalam jangka panjang. Tekhnologi komputer dapat sebagai faktor pendukung sistem surveilans dalam ketepatan waktu penyediaan informasi.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan R.I., 1997 “Pedekatan Epidemiologi dan Dasar-dasar Surveilans”, Pusdiklat : Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004b) Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan Penyakit Menular dan Tidak Menular Terpadu
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2004a) Kepmenkes tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Surveilans Epidemiologi Kesehatan dan Penyakit.
McNabb, S.J., Chungong, S., Ryan, M., Wuhib, T., Nsubuga, P., Alemu, W., Kulis, V.C. & Rodier G. (2002) Conceptual Framework of Public Health Survellance and Action and Its Application in Health Sector Reform. BMC Public Health, Januari 29 2002, 2:2 Available from: http://www.biomedcentral.com/1471-2458/2/2, [Diakses tanggal 23 Juli 2009].
Romaguera, A. Raul., German, R.Robert & Klaucke N. Douglas, 2000 Evaluating Public Health Surveillance in : Teutsch, M. Steven and Churchill, E. R. ed. Principles and Practice of Public Health Surveillance: New york : Oxford university  press pp. 176 – 193.
Timmreck, C.T. (2005) Epidemiologi: Suatu Pengantar, Edisi 2, terjemahan oleh Munaya Fauziah, dkk. Jakarta: EGC.
WHO, 1999, WHO Recommended Surveillance Standards, The united Kingdom of Great Britain.
WHO. (2004) WHO comprehensive assessment of the National Disease surveilans in Indonesia. Washington DC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar